Selasa, 16 April 2019

CERPEN : Dalam Ruang Kubus Keterasingan


cerpen dalam ruang kubus keterasingan

Dalam Ruang Kubus Keterasingan
            Menjelang malam hari raya idul fitri dan malam pergantian tahun baru, yang sarat akan keramaian, kemeriahan,dan sekaligus kebisingan. Dimana orang saling menampakkan kesenanganya dalam perayaan.
Pada malam hari raya idul fitri, takbir menggema mengagungkan sang pencipta, di masjid-masjid orang-orang saling membuat music dari benduk ataupun kaleng bekas makanan, di jalan-jalan arak-arakan takbir keliling memenuhi jalanan kota. Mobil dengan bag terbuka yang biasanya di penuhi dengan alat-alat elekronik di tasnya seperti sound sistem ataupun beduk yang di tabuh tanpa henti, yang menimbulkan kegaduhan kebagiaan
            Dar…der..dor..itulah bunyi dari kembang api pada malam hari raya idul fitri dan perayaan malam tahun  baru, orang-orang riuh tak terelakkan jeritan kebahigian di mana-mana,mata brbinar-binar dengan seulas senyum mengembang
            Malam yang di  balut dengan cahaya lampu-lampu di setiap pinggir jalan dan sudut-sudut kotanya, se akan-akan bumi bermandikan akan caya lampu hias, yang menampilkan keindahan yang menyejukan para pencinta mata
            Kebahagian semakin menjadi-jadi,  orang-orang riuh  menampilkan kebisingan malam bersamaan dengan bunyi kembang apin yang di bakar. itulah dimana orang-orang saling menampilkan sonita keriuhan di muka bumi, betapa indahnya malam itu? Mulut-mulut di penuhi busa kata-kata,  pekiran di penuhi dengan recana masa yang akan datang dan hati di  penuhi kebahagian. Tapi  ada apa denganku? Mengapa malam itu berubah menjadi kesedihan , malam yang tak pernah aku inginnkan untuk hadir dalam hidupku. Di  saat orang menikmati indahnya malam hari raya idul fitri dan pergantian tahun baru, dengan orang-orang yang mereka sayangi, merengguh dalam mahligai kebahagiaan kebersamaan
            Di situlah hati orang-orang bergembira ria, tapi lihatlah dengannku yang hanya bisa berdiam diri di bawah angkasa keheningan, tanpa ada kembang api yang berwarna pelangi disana yang memanjakan mata, itulah kamar baruku , yang stiap sudutnya kosong tanpa barang sedikitpun, tidak ada lampu hias di kamarku  hanya dinding putih nan tebal, tempatku menghabiskan waktu
            Seandainya ada orang bertanya tentang diriku,  mengapa kau hanya berdiam diri di sini? Kalau aku seorang petapa. Maka akan ku jawab, aku sedang bersemedi tapi, kalau aku seorang kiai maka akan ku jawab aku sedang bersikir mensucikan diri. Tapi, aku hanyalah aku, yang dengan satu kesalahan bisa terperangkap dalam ruang kubus keterasingan
             Jam penunjukan 12:01 pada malam pergantian malam pergantian tahun baru. Malam sedang bergembira, petasan saling bersautan. Kebisingan dan keriuhan dimana-mana, tepuk tangan mengiringi upacara perayaan malam pergantian tahun baru. Tapi apa yang sedang aku rasa saat itu? Tentunya bagi orang yang terjebak dalam keterasingan tentunya, bisa merasa bahwa dirinya sedang berada di pinggir jurang kenestapaan diri
            Malam menghindar menuntut akan datang pagi, aku berdiri menatap kedepan, pemandangan yang begitu membosankan tanpa ada burung-burung  menghiasi pagi, apakah bumi manusia begitu membosankan?
            Terdengar derap sepatu menginjak lantai, berhenti persis di depan ruang kamarku,” hay, nomor 05 ayo ikut saya” ucap orang dengan perawakan tinggi besar dengan perut buncit. Kulihat sekelilingku barang ada orang selain diriku, tapi tidak ada orang selain diriku, lalu siapa yang dia maksud, apakah diriku? tapi itu bukan nama darah pemberian orang tuaku, dan bahkan pemberian namaku di lakukan dengan upacara perayaan yang sakral. “ hay kamu, jangan sok bingong, ayo ikut saya” ucap orang itu lagi dengan nada di tinggikan, dan tak kusangka tertuju kepadaku, aku hanya ikut saja, tapi kenapa dia memanggilku dengan sebutan 05 begitukah hidup dalam ruang keterasingan, terlalu cepat berupah, walaupun hal nama saja
***
            “tapi, itukan kesalahan kecil, dan baru sekali aku melakukannya. Apakah kita karna hanya rakyat biasa?”bahtahku kepada orang yang begitu aku hormati, dialah kakakku
            “itu tidak penting, kesalahan kecil atau besar, baru sekali atau berkali-kali. Yang namanya kesalahan tetap kesalahan dan kamu harus menerimanya” tegasnya, mengakhiri percakapan kami
            Mataku focus ke depan kamarku, karna kamarku tidak ada jendela , yang apabaila angina berhembus membawa kabar gembira dari luar. Aku tidak apakah di luar sana masih ada kabar gembira buatku, setelah kejadian malam itu, yang penuh dengan  nafsu duniawi
            Tak terasa bulan-kebulan memeluk tahun- ketahun, tapi aku hanya bisa berdiam diri, apakah aku betah di sini? Tapi di saat menjelag perayaan malam idul fitri dan perayaan malam tahun baru, hatiku memberontak bersamaan dengan dentaman benduk dan petasan yang di bakar. Itu terlalu munafik buatku
            Lihatlah aku, para penegak hukum. Mana keadilan kalian,pada bumi manusia. Anda yang selalu berkoar-koar tentang keadilan , tapi mana bukti yang konrit dari  ucapan kalian. Lihatlah aku, sudah 07 kali, malam perayaan hari raya idul fitri dan malam pergantian tahun baru ku lewati, di ruang kubus keterasingan. Tapi apa yang kalian lakukan? Apakah dengan kata-kata, kalian sudah melakukan keadilan ? tidak! Hatiku memberontak. Apakah dunia ini hanyalah kemunafikan dan apakah benar negara kita adalah negara hukum bukan negara keadilan
            Hari- hariku berjalan seperti biasanya dengan sarapan pagi di dalam kamar dan hanya keluar kamar ketika keperluan  buang air besar ataupun kecil dan olah raga, tapi olah raga pun hanya di halaman. Karna rumahku sekarang bisa terbilang bagunan yang cukup mewah, dengan keamanan atau penjakaan yang super ketat, jadi orang jauh-jauh tak mau berusan, dengan masuk kerumahku
            Sekarang hidupku luntang-lantung , bagai kapal tanpa awak. Yang hanya bisa ikut arus kehidupan tanpa tujuan. Tiap pagi datang, hanya berdiri mengurung diri, menutup dari dunia luar, dari  hiruk-pikuk k oleh orang-orang yang bernaluri kemunafikan yang penuh kemaruk jabatan,
            05 itulah nama di sematkan, yang meempel pada punggung kaosku, hadiah bagi orang bagi orang-orang yang tinggal di sini sebagai seorang tahanan
                  Trinspirasi dari karya Emha Ainun Najib (Surat Kanjeng Nabi)
Oleh    : Ari Nofendi. Alumni SMPIT, Nurul Ishlah serat barat bluto sekarang pondok di karangcempaka bluto suka tidur, makan,minum plus sedikit membaca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CERPEN BAHASA MADURA

NABHANG DHUNNYA Panassa are sanonto ampon depa’ ka konco’na, amargha ngello’ da’ kole’ rassa e pangghang. Benni ghampang odhi’ e pol...